Molly; Membaca Ideologi Islam dan
Utopia Luthfi Assyaukanie
Peremajaan
ideologi Nasionalisme, Islamisme, Komunisme, Sekularisme, liberalisme, dan
sebagainya, menjadi perbincangan menggelitik yang tak cukup berhenti dalam satu
dekade tapi dinamika tersebut menjalar di tiap-tiap paruh pengetahaun, waktu
yang melahirkan generasi intelektual muslim di dunia terlebih Indonesia.
Hampir
terkuak disetiap zaman, namun kontemplasi keislaman Indonesia yang lahir selalu
menjadi bentuk rethingking yang dimoderatkan
dari sisipan historical politic-entnografi politic, sosiologi politic,
antropologi politic, budaya politic, perkembangan politic, social politic dan
sebagainya. Geertz misalnya, dalam The
Religion of Java memaknai peraban Islam yang terpetakan dalam trikotomi
Islam, Santri dan Abangan, dan Herlbert Feith, bahwa politik awal bangkitnya Negara
kesatuan Indonesia dapat terkooptasi adanya Islam yang dibenturkan dengan
beragam budaya dengan konteks sub-sub culture yang mengandung Javaisme.[1]
Islamisme,
dekonstruksi sosial dan agama menjadi paradigma yang paradoks jika dilihat dari
kacamata sosio-kultural. Lain hanya jika ditinjau dari sosio-religius Islmaisme
menjadi sudut pandang kritis tersendiri manakala dibenturkan dengan peradaban
kontemporerisme dalam perspektif ideologi. Perkembangan ideologi dalam Negara
Islam, konstruksi ini mengingatkan catatan Luhfi Assyaukanie dalam desertasinya
yang mencoba menguarai Ideologi Islam
dan Utopia. Ia mendeskripsikan Islam dalam berbagai sudut pandang komparasi,
pandangan politik, fan-islami, dan Negara, sebagai upaya untuk menjawab
diskursus sintesa keislaman dalam pergolatan dan pergerakan berpolitik,
berukhwah, dalam catatan histories Indonesia sebagai pijakan eskatalogis berbangsa
yang menganut system ideology persatuan (the
republic).
Metamorfosis
keislaman yang berpijak dalam politik mempunyai latar belakang berbeda-beda.
Muhammadiyah misalnya, bertolak dari ajaran Islam baru yang sering disebut modern menuju moderat. Kelekatan influences
(keterpengaruhan-keterpengaruhan) itu berangkat dan terlahir dari ajaran
Muhammad Abduh, Jalaludin Al-afghani dan pemikir-pemikir Islam moderat Timur
Tengah yang lain. Tafsir Al-manar
misalnya, bagaimana menguari secara hermeneutika; mencoba mentafsirkan bahwa adanya
suatu kaidah, teologi, fiqih, dan syar’i yang berbasiskan Islam menjadi
perbincangan menarik dalam konteks agama dan budaya di Indonesia.
Luthfi
mencoba membongkar Negara muslim dalam tiga model. Model pertama; Negara
Demokrasi Islam (NDI), kedua; Negara Demokrasi Agama (NDA), dan ketiga; Negara
Demokrasi Liberal (NDL).
Pertama,
konstruksi Negara dalam struktur social dan politik menjadi peta tumpuan bagiamana
Islam diejawantahkan sebagai dasar ideology, kekuatan primer untuk menjawab
tantangan Negara Indonesia. Muslim diperankan sebagai produksi kekuatan dalam
segala bentuk discourse hingga apparatus.[2]
Kedua Indonesia yang disebut plural
adalah sebagai titik tumpu dimana keadaan agama diartikan sebagai nilai tunggal
yang tidak memiliki sekat dan batas anatara disposisi Negara dan agama. Bukan persoalan
sekularisme melainkan bagaiama Negara difungsikan sebagai pengawal agama-agam
yang ada sesuai rujukan UUD dan Pancasila.
Ketiga,
disebut sebagai Negara demokrasi liberal, bahwa keadaan agama adalah bentuk
kebebasan individu (warga Negara). Artinya sekular adalah bentuk pemjelmaan demokrasi
yang tak mengikat antara iman dan kepercayaan manusia atas negaranya. Seperti model
kedua bahwa nilai sekular berarti adanya unsur kebebasan terhadap warga Negara dalam
aspek “beragama.” Landasan tersebut menjadi etape perumusan dan pembongkaran
bahwa Negara Indonesia dalam pandangan Luthfi memiliki tiga bentuk model.
[1] Bahwa agama dan Islam
dikoordinatkan sebagai parameter utama ketika melihat perbandingan politik
Islam-Islam politik dan wacana Negara Islam kultur ala Indonesia.
[2] Dalam pandangan Michael Faucalt,
sistem terbentuknya sebuah Negara berarti harus tercipta secara gambaran sistem
dan kepemerintahan yang berasas dan berideologi. Bahwa keberangkatan wacana
harus terimplementasi terhadap siklus ideologi masing-msing Negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berikan kritik dan saran anda melalui kotak komentar di bawah, dan apabila ingin memberikan tanggapan yang lebih panjang bisa langsung menghubungi via Email