Klanting
Hanyalah Agenda
Setting
Oleh:
JAMSARI
Klanting, sebuah
grup musik pengamen dari terminal Jayabaya Surabaya dalam program
acara Indonesia Mencari Bakat (IMB) di Tran TV yang telah dinobatkan
sebagai peserta pemenang terbaik IMB pada 24 Oktober Minggu malam
adalah bentuk agenda
setting
yang menipu masyarakat.
Kemenangan itu telah
merubah nasibnya yang semula mengamen dari satu bus ke bus lain
mendadak meroket di dunia intertaintmen apalagi semenjak dikontrak
sebagai bintang iklan Telkomsel AS dengan gaya kemeriahan pengamen
ala jalanan. Klanting tampil sama-sama sebagai pengamen namun kini
hasil uang yang didapatkan mereka sangat berbeda jauh dari pekerjaan
ngamen sebelumnya. Profesinya sebagai seorang pengamen kini memiliki
tingkat popularitas kelas yang berbeda antara pengamen kelas terminal
dan pengamen kelas elit (industri).
Derajat intertain
Klanting sekarang sudah sama dengan grup musik Projek Pop yang
sebelumnya juga pernah membintangi iklan Telkomsel AS. Pun setara
dengan grup musik berkelas lain yang sama-sama sebagai bintang iklan
seperti Axis, Indosat, Telkomsel dan sebagainya di beberapa industri
pertelevisian swasta.
Perubahan itu,
kemenangan Klanting tak lepas dari beberapa dukungan poling melalui
sms dari penonton dan fans berat pendukungnya. Kalau kemudian tiap
kali tampil mendapatkan poin nilai dari 1000 sms misalnya, maka sudah
dapat kita kalikan berapa keuntungan jumlah suara bagi Klanting
hingga menjadi pemenang terbaik di acara IMB tersebut.
Namun yang perlu
kita tahu bahwa kemenangan Klanting tersebut dalam media profit
sekedar lisptik
industri dari media massa (ekspansi ekonomi media massa televisi)
belaka dimana posisi Klanting dan semua peserta yang lain akan
menguntungkan bagi pihak-pihak industri yang berperan sebagai agen
media masyarakat.
Pertama,
pihak industri televisi. Bahwa maraknya acara IMB di Trans TV atau
semacam Indoesian’s
Got Talent dan
Voice
of Indonesia
di Indosiar, Aksi
Anak Bangsa
dan Extreme
Hunt Talent
di RCTI, dan KDI
Star
di TPI adalah sebuah persaingan masing-masing industri pertelevisian
dalam menaikkan posisi rating menuju puncak teratas. Sebab logika
industri media televisi secara profit oriented ketika semakin tinggi
rating pertelevisian yang didapat maka akan semakin banyak pula
sponsor yang mendekat dan didapat.
Hanya dengan
perubahan isi program, jam tayang (prime time) industri televisi
tersebut dapat mengeruk keuntungan dari berbagai macam sponsor yang
tentunya memiliki niali tawar rupiah tinggi yang tiap kali menyela di
acara tersebut. Sebab iklan tersebut akan ditonton jutaan khalayak
dan semakin terkenal agar mudah mendapatkan konsumen
sebanyak-banyaknya. Maka tidak heran jika setiap kali acara IMB dan
sejenisnya diputar maka muncul tayangan iklan bertubi-tubi bahkan
bisa lebih dari 10 kali iklan yang tertayang dengan jenis dan merek
iklan yang berbeda-beda.
Kedua,
industri sponsor yang berada dibalik kemenangan Klanting. Kalau kita
lihat ribuan sms pendukung untuk Klanting dari beragam kartu perdana,
ada Indosat, Telkomsel, dan sebagainya maka dapat dikalikan dengan
jumlah sms yang masuk dengan nilai rupiah per sms. Jika per sms
menghasilkan 10 rupiah keuntungan bagi pihak sponsor maka berapa
rupiah yang terkumpul tiap kali tayangan IMB dan semacamnya per sms
kali tiap tayang plus dikalikan jumlah peserta plus dikalikan durasi
tayang per hari-per minggu hingga per bulan.
Dan sms itu tidak
hanya berlaku pada Klanting saja melainkan pada peserta lain dan di
berbagai acara televisi yang serupa dengan IMB (Klanting) seperti
Indoesian’s
Got Talent
dan Voice
of Indonesia
di Indosiar, Aksi
Anak Bangsa
dan Extreme
Hunt Talent
di RCTI, dan KDI
Star
di TPI.
Betapa kuatnya
pengaruh media massa televisi swasta untuk menarik animo sponsor dan
maraup keuntungan sebesar-besarnya.
Ketiga,
pihak peneliti media yang menjual tinggi-rendahnya rating televisi
pada pihak industri televisi. Seperti AGB Nielson Media Research
misalnya, hanya dengan sedikit kerja dengan memainkan sistem
pamantauan acak (random) untuk menyaksikan acara IMB dan sejenisnya
pada perwakilan masing-masing keluarga di tiap-tiap provinsi maka
sudah mendapatkan data valid untuk dijual pada pihak industri
pertelevisian.
AGB Nielson Media
Research yang berpusat di Italia dan Swizerland yang telah tersebar
di seluruh negara-negara dunia, Amerika, Eropa, Afrika, dan Asia,
khususnya Indonesia telah mempengaruhi rating televisi dari isi,
durasi, kompetitor, jam tayang, kontekstual, mutu penerimaan sinyal
dan promosi. Sehingga laku dan tidaknya televisi, sponsor akan
ditentukan olehnya.Tawaran tinggi teletak pada seberapa tinggi rating
program tayangan televisi yang mereka survey sehingga dapat
menahlukkan industri televisi dan para sponsor yang siap merogoh
kantongnya untuk membeli hasil data survey tersebut.
Itulah kekuatan
dibalik media televisi yang selama ini masyarakat tidak akan pernah
tahu bahwa agenda setting dunia pertelevisian telah dikendalikan
pihak tertentu.
Maka, Klanting yang
sesungguhnya adalah permainan agenda
setting
industri media antara pihak industri televisi, pihak sponsor, dan
pihak peneliti media terbesar di dunia. Meskipun popularitas Klanting
sudah diakui khalayak tetapi yang menikmati hasil kekayaan berlimpah
rauh tetaplah para pemegang agenda setting. Kemudian lambat laun
Klanting pun akan kembali ke asalnya sebagai pengamen terminal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berikan kritik dan saran anda melalui kotak komentar di bawah, dan apabila ingin memberikan tanggapan yang lebih panjang bisa langsung menghubungi via Email