Rabu, 08 Desember 2010

Intertainment=Agama

Infotainment” Adalah Agama
Oleh: JAMSARI

Belakangan ini dunia infotainment semakin ramai menggosipkan isu-isu horor, mitos, klenik dan misteri. Kadang-kadang mengangkat isu alam yang melibatkan sejumlah selebritis untuk mengelabuhi pemirsa.

Coba kita tengok tayangan infotainment Selebrita (selebriti dan berita) di Trans 7 tanggal 23 September dan Silet di RCTI 26 September yang mengangkat kembali mitos legendaris kisah Nyai Roro Kidul, Si Manis Jembatan Ancol menjadi isu infotainment dalam kisaran selebritis di tanah air kita.
Rupa-rupanya, sejumlah kalangan selebritis yang menjadi aktor film horor, mistis, klenik dan lain sebagainya seperti Almarhumah Suzana yang terkenal dengan sebutan Si ratu horor, Kiki Fatmala dalam film Si Manis Jembatan Ancol masih menjadi suatu produk infotainment mitologi yang laku keras ditayangkan beberapa media TV pada audience.

Contoh tayangan lain, fenomena misteri kamar 308 di Samudera Beach Hotel Sukabumi yang diyakini sebagai tempat persinggahan Ratu Kidul sampai kini pun masih menjadi kepercayaan mistis tertentu yang mampu mereduksi publik didukung komentar-komentar sejumlah artis seperti Olga, Dewi Persik, Jupe dan lain sebagainya.

Di samping itu, Insert, pernah mengangkat fenomena “empat matahari” di China, Silet, pernah menayangkan fenomena “langit terbelah” di Yogyakarta dan “malaikat turun ke Ka’bah”, Kabar-kabari pernah mengangkat isu “hujan darah” di India.

Tekhnologi yang begitu mudah diakses di mana-mana melalui situs-situs internet seperti Youtube misalnya, sering kita dapatkan gambar, video yang tak jauh beda memiliki nilai mistis, mitologi, dan sejenisnya seperti UFO hingga kapal Nabi Nuh (Kompas/26).

Infotainment semacam di atas memiliki makna ganda yaitu; isu misteri dan alam yang sengaja disuguhkan pada khalayak dan kemudian melahirkan beragam pertanyaan, interpretasi, asumsi, hingga membentuk suatu opini pemikiran publik; apakah hal itu menjadi tanda-tanda kekuasaan Tuhan, atau tanda-tanda akhir zaman?

Konstruksi Media Massa

Masyarakat adalah audience yang menerima pesan apapun dari media massa. Pesan infotainment mistis dan fenomenologi alam menjadi substansi “kebenaran” bagi masyarakat sehingga meyakini bahwa adanya nilai mistik dan kejadian-kejadian alam adalah “nyata” bukan rekayasa infotainment.

Padahal, variasi, inovasi, kreatifitas, imaji media massa dalam menyuguhkan berita maupun tayangan infotainment dan sebagainya menjadi salah satu kunci keberhasilan media massa dalam menggiring publik untuk larut menikmatinya. Hal demikian terlepas dari dampak setelahnya.

Artinya, ketika media massa sudah tidak lagi memiliki ide segar atau tayangan aktual kehidupan infotainment misalnya, maka seperti tayangan mistis, ekologis yang melibatkan sederet artis bagaimana diolah dan diramu menjadi nilai berita yang begitu menarik, nyaman dan dapat diterima masyarakat audience dan laku di pasaran infotainment.

Media massa yang begitu kuat pengaruhnya terhadap kehidupan audience kemudian menjadi trend mark informasi dengan perangkatnya seorang ahli coppy writer yang meracik tayangan tersebut menjadi magnet persuasif jitu dan bisa dirasakan pemirsa.

Oleh karena itu, kita dapat melihat bahwa media massa yang memiliki nilai objektifitas berita tanpa rekayasa sangat sulit kita bedakan sebab sudah banyak renovasi dan disulap menjadi tayangan hiburan “dramatis” yang seolah-olah menjadi “kebenaran nyata” dan dapat meyakinkan audience.

Stuart Hall dalam Encoding and Decoding Televisual Discourse (1973) berpandangan bahwa media televisi adalah wacana suatu program yang bagaimana bermakna sehingga membentuk kode-kode pesan (encoding) dan membaca kode-kode pesan (decoding). Kemudian, melahirkan kerangka pengetahuan dan hubungan produksi media serta infrastruktur teknis dengan sejumlah perangkat dan kemampuan topik, agenda setting, peristiwa-peristiwa, person-person, citra khalayak menjadi sumber pesan yang siap diluncurkan pada masyarakat audience semenarik dan setepat mungkin.

Konstruksi media massa yang mengusung isu-isu infotainment demikian akan melahirkan budaya masyarakat media massa baru. Dari masyarakat tidak sadar akan media massa menjadi masyarakat sadar “konsumsi” media massa. Jadi, akibat media massa masyarakat sekarang sulit dibedakan mana masyarakat yang sadar-tahu media massa dan mana masyarakat sadar-tahu media massa tapi tetap menikmatinya.

Perbedaan kedua jenis masyarakat di atas tak lagi dapat dibedakan dan sudah melebur menjadi satu yaitu menjadi “masyarakat media massa.” Sebab zaman serkarang, tak bisa kita pungkiri bersama kalau masyarakat hari ini hingga masyarakat pelosok desa pun dapat dipastikan rata-rata memiliki media massa televisi.

Sangat ironis jika keadaan masyarakat kita dalam kehidupan sehari-hari mengkonsumsi media massa infotainment dan menjadi ladang basah keuntungan bagi sejumlah produsen media massa. Masyarakat benar-benar tidak paham dan tahu kalau sesungguhnya media infotainment adalah bentuk konstruksi media massa yang sengaja ditampilkan untuk meraup keuntungan melalui agenda setting tertentu.

Akibatnya posisi masyarakat adalah korban kebohongan media massa yang menjadi candu kehidupan sehari-hari karena sihir visual media massa yang sangat tidak bisa dijangkau pengetahuan masyarakat audience. Dalam pandangan Marx jika agama adalah candu, maka dalam konstruksi media massa disebut infotainment adalah agama dengan nilai kewajibannya. Dan audience merasa menyesal, seakan-akan berdosa jika dalam kesehariannya tidak menyaksikan tayangan infotainment tersebut.

Hegemoni media massa tersebut merekonstruksi masyarakat sedemikian rupa hingga manjadi sebuah penikmat dan tak sadar akan budaya baru yang menjerumuskannya menjadi masyarakat “bodoh” akibat tertipu media TV.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan kritik dan saran anda melalui kotak komentar di bawah, dan apabila ingin memberikan tanggapan yang lebih panjang bisa langsung menghubungi via Email