Selasa, 07 Desember 2010

Belajar dari Erupsi Merapi

Gunung Bromo
Gunung Merapi

Belajar dari Erupsi Merapi
Oleh: JAMSARI*

Setelah meletusnya Gunung Merapi, erupsi awan panas (wedhus gembel) pada 26 Oktober hingga 5 November di Yogyakarta, kini menurut pengamat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Departemen ESDM telah menetapkan aktivitas Gunung Bromo yang semula berstatus Waspada menjadi Awas di level IV. Namun seiring kegawatan status Gunung Bromo tersebut, justru status Gunung Semeru masih dalam kondisi Waspada level III (normal) seperti biasanya.

Seiring erupsi Merapi, wedhus gembel yang telah menyapu 26 dusun di Sleman Yogyakaarta, 102 orang meninggal, 218 orang luka-luka dan pengungsi di Jawa Tengah 247.605 jiwa, dan di Daerah Istimewa Yogyakarta 61.272 jiwa (Kompas, 11/11), maka hendaknya kita petik pelajaran yang sesungguhnya yaitu agar tetap berhati-hati dan waspada. Karena erupsi Merapi tersebut di samping kerugian jiwa dan nyawa, erupsi Merapi juga mengakibatkan kerusakan infrastruktur daerah Yogyakarta dan Jawa Tangah yang bernilai milyaran rupiah.


Gunung Merapi di Yogyakarta, Gunung Semeru dan Bromo di Jawa Timur adalah Gunung berapi aktif di pulau Jawa yang menurut data PVMBG Departemen ESDM termasuk 22 Gunung Berapi di Indonesia yang dilalui cincin api dunia dan di antaranya adalah Gunung Merapi yang teraktif. Memang Merapi yang teraktif di antara ketiga Gunung tersebut, tetapi ketika sama-sama dalam satu pusaran cincin api dunia maka erupsinya Gunung Merapi bisa juga terjadi pada erupsinya Gunung Bromo yang akhir-akhir ini aktivitasnya semakin meningkat dari Waspada level III ke Awas level IV. Sebab hal demikian faktor terbesarnya adalah ekologis dan tingkat keaktifan isi perut Gunung yang sama-sama tali temali dalam garis pusaran cincin api dunia.

Gunung Semeru yang dalam kondisi Waspada level III pernah mengalami erupsi pada tahun 2003, 2007, dan 2009 dengan mengeluarkan lava pijar biasa. Sedangkan Gunung Bromo yang semula kondisi Waspada menjadi Awas level IV pernah bererupsi pada tahun 1995 dan 2004 dengan mengeluarkan abu vulkanik dan guguran lava pijar dibarengi awan kabut hitam dengan radius 2,5 kilo meter.

Hal tersebut menandakan adanya ancaman bencana ekologis bagi masyarakat Jawa Timur khususnya wilayah radius terdekat Gunung Semeru dan Bromo yang kini sudah mulai “batuk-batuk.” Batuknya Gunung Semeru menurut Badan Penaggulangan Bencana Alam Daerah (BPBD) Jatim masih dalam kondisi normal seperti biasanya (letusan hembusan puncak 73 kali, gempa tremor delapan kali, dan guguran lava pijar tujuh kali).

Sedangkan Gunung Bromo dalam data BPBD Jatim dan PVMBG Departeman ESDM saat ini sudah berstatus awas level IV dengan hasil pantauan pada tanggal 15-21 November tercatat 354 kali gempa vulkanik dangkal, 10 kali gempa vulkanik dalam, serta enam kali gempa tektonik jauh. Sehari kemudian pada tanggal 22 gempa vulkanik semakin menerus dengan amplitude 2-3 mm dan gempa tremor mencapai 5-7 mm. Dan tanggal 23 gempa tremor meningkat menjadi 10-15 mm dengan dominasi 11 mm (Surya, 24/11).

Artinya ada suatu fenomen ancaman bahaya erupsi Gunung Bromo bagi masyarakat Jatim yang kapan saja bisa terjadi akibat gempa vulkanik dan tremor yang saat ini benar-benar nampak di depan mata kita bahwa Bromo semakin menunjukkan peningkatan aktivitasnya.

Persoalan erupsi memang bisa didata sesuai alat deteksi reaksi gunung berapi dan dapat diteliti, namun tidak ada salahnya jika pemerintah Jawa Timur untuk secepatnya memberikan himbauan darurat pada masyarakat sekitar Bromo untuk berpindah ke tempat yang lebih aman dari perkiraan jarak radius dan tingkat bahaya erupsi agar tidak terjadi bencana korban jiwa seperti yang dialami warga Jateng dan Yogyakarta.

Hal krusial selanjutnya, kalau Bromo ternyata mengalami erupsi akibat keterikatan faktor dilaluinya cincin api dunia maka bahaya dahshat selanjutnya adalah kerugian infrastruktur yang akan berdampak pada pemerintah Jatim dan masyarakat sekitarnya khusunya kawasan terdekat Bromo yaitu Probolinggo, Lumajang, Pasuruan, dan Malang karena erupsi gempa yang suatu saat mengeluarkan material batu, pasir hingga debu vulkanik memiliki kecepatan yang tidak dapat dijangkau ayunan langkah kaki manusia. Kemudian pencemaran sumber mata air yang berasal dari Bromo juga akan mengalami gangguan kesehatan. Di samping itu angin yang membawa debu tersebut memiliki kandungan zat beracun vulkanik yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat hingga pada tanaman pertanian dan sebagainya.

Bromo, erupsi atau tidak ketika sudah ada warning status Awas maka sudah sepatutnya kita berhati-hati dan selalu waspada mengingat pelajaran dari erupsi Merapi yang menelan korban tidak sedikit warga kehilangan tempat tinggal, ternak, dan sanak saudaranya yang meninggal.

Jadi, meletusnya Gunung dan bencana alam lainnya tidak ada yang tahu kapan persisnya terjadi meskipun sudah ada ahli BPBD dan PVMBG sebagai tim pemantau. Sebab proses penggodokan magma, lahar panas maupun dingin dengan material bumi dalam perut Gunung selalu dinamis dalam prosesnya.

Oleh karena itu kejadian alam yang tak dapat diprediksikan nalar manusia yang suatu saat siap mengeluarkan isi perutnya adalah tanda kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa dimana kita selalu dituntut untuk berbaik diri pada alam itu sendiri dan tetap beriman serta mengabdi pada Penciptanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan kritik dan saran anda melalui kotak komentar di bawah, dan apabila ingin memberikan tanggapan yang lebih panjang bisa langsung menghubungi via Email