Selasa, 07 Desember 2010

Warkop

Ngopi Sambil Belajar


Ruang publik dapat diciptakan oleh siapapun, di manapun berada meski celah itu berada di warkop, kampus, dan tempat lainya. Sebab, pentinganya ruang publik adalah sebagai kontrol sosial dalam membangun kesadaran kritis.


WARUNG kopi (warkop) yang merupakan salah satu ruang publik di Malang, terlebih sekitar wilayah perguruan tinggi, menjadi ajang ”ritual relax”, tongkrongan, kongko-kongko, senda gurau, dsb, oleh publik, termasuk mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Di situlah mereka menghabiskan waktu untuk menikmati secangkir kopi sambil melepaskan beban pikiran dan melarutkan titik kejenuhan.

Di Warkop Djaeng, Jalan Raya Jetis Mulyoagung 05, merupakan salah satu tempat tongkrongan, habitus seorang mahasiswa UMM yang berinisial ”Z” dan sekawananya. Mereka selalu ada di sana setiap malam sebagai ”aktivis kopi”, kecuali malam Senin karena tutup.

Bagi ”Z” cs, Warkop Djaeng di setiap malam Jumat bukan hanya tempat tongkrongan sekaligus jadi forum diskusi, bedah buku, dan menganalisis kasus-kasus sosial. Mereka mengatasnamakan komunitasnya dengan sebutan Madzhab Djaeng, karena bertempat di Warkop Djaeng.
Inspirasi yang mereka pakai hampir menyamai Madhzab Frankrutz Jerman (Frankurtz Scool) yang didirikan 1923 oleh Benjamin (1892-1940) dan para intelektual Jerman lainya. Madhzab Frankrutz, didirikan sebagai wacana publik suatu masyarakat dalam rangka perlawanan orang-orang Jerman pada saat Nazi hampir menguasai Jerman sepenuhnya.

Sedangkan Madzhab Dajeng berdiri bukan sebagai komunitas perlawanan, tetapi ”Z” mengatakan sebagai bentuk ruang publik yang dapat meretaskan pemikiran kritis akan kesadaran sosio-cultural yang kritis-transformatif dan emansipatoris.

Mereka memiliki moto ‘Multicultural Studies and Social Sciences’ yang membedah persoalan sosial-budaya terkait dengan ilmu pengetahuan. Perdebatan teori sosial-budaya yang didiskusikan setiap malam Jumat oleh komunitas Madzhab Djaeng yang sudah terdokumentasi akan dijadikan jurnal literatur ilmiah sesuai motonya yaitu ‘Jurnal Multicultural Studies and Social Sciences’.

Sebagai sarana publik, Madzhab Djaeng memiliki tiga peranan. Pertama, membangun dan mengembangkan wacana kritis sosial-budaya yang berfungsi transformatif dan berpihak pada seluruh lapisan masyarakat.
Kedua, memekarkan ruang publik kritis yang non-diskriminatif.Yang terakhir, mengupayakan terciptanya generasi kritis yang memiliki integritas budaya, menghargai dan mengakui keanekaragaman budaya.

Ruang publik dapat diciptakan oleh siapapun, di manapun berada meski celah itu berada di warkop, kampus, dan tempat lainya. Sebab, pentinganya ruang publik adalah sebagai kontrol sosial dalam membangun kesadaran kritis terhadap persoalan sosial yang berada di sekitar kita.


Oleh Jamsari
Mahasiswa FISIP Ikom Universitas Muhmmadiyah Malang

Dimuat di Surya Rabu, 26 Agustus 2009 | 09:25 WIB
http://www.surya.co.id/2009/08/26/ngopi-sambil-belajar.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan kritik dan saran anda melalui kotak komentar di bawah, dan apabila ingin memberikan tanggapan yang lebih panjang bisa langsung menghubungi via Email